Setiap kewajiban memiliki nafilah (sunnah)
yang dapat mempertahankan keberadaan kewajiban tersebut serta menyempurnakan
kekurangannya. Shalat lima waktu misalnya, memiliki shalat-shalat sunnah baik
sebelum atau sesudahnya. Demikian juga dengan zakat, yang memiliki shadaqah
sunnah. Haji dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan sekali seumur hidup,
sedangkan selebihnya adalah sunnah.
Puasa pun demikian, puasa wajib dikerjakan
pada bulan Ramadhan sedangkan puasa yang sunnah banyak sekali, di antaranya: Puasa
sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang yang belum mampu menikah. Ada
pula puasa sunnah yang ditentukan misalnya puasa enam hari di bulan Syawwal.
Keutamaan puasa ini adalah bahwa siapa yang mengerjakan nya setelah puasa
Ramadhan, maka seakan-akan dia telah berpuasa sepanjang tahun.
Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam
hari di bulan Syawwal maka ia seperti berpuasa ad-dahar (sepanjang
tahun)." (HR. Muslim).
Selain puasa enam hari bulan Syawwal, masih
ada puasa-puasa sunnah yang lainnya, di antaranya adalah:
Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Tiga hari dalam setiap bulan
(hijriyah), serta dari Ramadhan ke Ramadhan, semua itu seolah-olah menjadikan
pelakunya berpuasa setahun penuh." (HR. Ahmad dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan
bahwa kekasihnya (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah
mewasiatkan tiga perkara kepadanya, di antaranya adalah puasa selama tiga hari
dalam setiap bulan.
Yang paling utama, puasa tiga hari tersebut
dilakukan pada ayyamul bidh (hari-hari putih/terang, yakni malam-malam purnama)
pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Dasarnya adalah hadits Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka
berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas." (HR.
Ahmad dan an-Nasa'i di dalam as-Sunan)
Puasa 'Arafah
Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab,
"Dia (puasa Arafah) menghapuskan dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan
datang."
Demikian pula disunnahkan berpuasa pada
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Puasa Asyura'
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya tentang puasa Asyura' (puasa tangggal 10
Muharram), maka beliau menjawab, "Dia menghapuskan dosa tahun yang
lalu."
Demikian pula secara umum puasa di bulan
Muharrram, sebagaimana terdapat di dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya
tentang puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, maka beliau menjawab,
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan
Allah al-Muharram."
Puasa Bulan Sya'ban
Mengenai puasa bulan Sya'ban ini, telah
disebutkan di dalam ash-Shahihain dari Aisyah xberkata, "Aku tidak pernah
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa selama
sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau
memperbanyak puasa seperti yang dilakukannya pada bulan Sya'ban."
Disebutkan
dalam riwayat yang lain, "Beliau banyak berpuasa pada bulan itu, kecuali
hanya sedikit hari-hari (beliau berbuka) di dalamnya.
Puasa Senin Kamis
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ditanya tentang puasa pada hari Senin maka beliau bersabda,
"Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai Nabi, atau hari
diturunkannya al-Qur'an kepadaku."
Di dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu
‘anha dia berkata, "Nabishallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa
menjaga puasa Senin dan Kamis. (HR. Lima Imam ahli hadits, kecuali Abu Dawud).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
"Amal-amal itu diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang
jika amalku ditampakkan pada saat aku sedang berpuasa." (HR at-Tirmidzi)
Puasa Nabi Dawud
Tentang puasa Nabi Dawud ini terdapat dalam
riwayat al-Bukhari bahwa Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu pernah
berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Demi Allah
aku akan berpuasa pada siang hari dan bangun pada malam hari terus menerus
selama hidupku."
Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam maka beliau bersabda,
"Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal tersebut, karena itu
berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, berpuasalah engkau tiga hari
dalam setiap bulannya, karena satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat,
dan itu seperti puasa ad-Dahr (sepanjang tahun).
Tatkala mendengar jawaban dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ini Abdullah Ibnu Amrradhiyallahu ‘anhu berkata,
"Sesungguhnya aka mampu melakukan yang lebih baik daripada itu. Maka
beliau bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah (tidak berpuasa)
dua hari." Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu menjawab,
"Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik daripada itu."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda,
"Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu adalah
puasa Dawud, puasa tersebut adalah puasa yang paling baik."
Lalu Abdullah bin Amr radhiyallahu
‘anhu berkata, "Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik
daripada itu." Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
"Tidak ada yang lebih baik daripada puasa tersebut."
PENGARUH PUASA SUNNAH
1. Puasa
sunnah dapat dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-Nya,
karena membiasakan diri berpuasa di luar puasa Ramadhan merupakan tanda
diterimanya amal perbuatan, insya Allah. Hal ini karena Allah subhanahu
wata’ala jika menerima amal seorang muslim maka dia akan memberikan
petunjuk kepadanya untuk mengerjakan amal shalih setelahnya.
2. Puasa
Ramadhan yang dikerjakan seorang muslim untuk Rabbnya dengan penuh keimanan dan
pengharapan pahala, akan menyebabkan seorang muslim mendapatkan ampunan atas
dosa-dosa sebelumnya. Orang yang yang berpuasa akan mendapatkan pahala pada
hari Idul Fithri, karena hari itu merupakan hari penerimaan pahala. Maka puasa
setelah berlalunya Ramadhan merupakan bentuk rasa syukur terhadap nikmat ini,
bagi hubungan seorang muslim dengan Rabbnya.
3. Puasa
sunnah merupakan janji seorang muslim untuk Rabbnya bahwa ketaatan itu akan
terus berlangsung dan tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, bahwa kehidupan ini
secara keseluruhannya adalah ibadah. Dengan demikian puasa itu tidak berakhir
dengan berakhirnya bulan Ramadhan, tetapi puasa itu terus disyari'atkan
sepanjang tahun. Maha benar Allah subhanahu wata’ala yang
telah berfirman, “Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. 6:162)
4. Puasa
sunnah menjadi sebab timbulnya kecintaan Allah subhanahu wata’ala kepada
hamba-Nya serta sebab terkabulnya doa, terhapusnya kesalahan-kesalahan,
berlipatgandanya kebaikan kebaikan, tingginya derajat serta sebab keberuntungan
mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.
Sumber (dengan
meringkas):
1. Meraih Puasa Sempurna, Dr. Abdullah bin
Muhammad ath-Thayyar, Pustaka Ibnu Katsir.
2. Majelis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Pustaka Imam
asy-Syafi’i. (kholif)
0 Response to "Puasa Sunah dan Manfaatnya"
Posting Komentar